MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
KASUS YANG BERKAITAN DENGAN RAS DAN AGAMA
KASUS YANG BERKAITAN DENGAN RAS DAN AGAMA
PITRY PRASETYA MULYA
28414454
1-IC03
UNIVERSITAS GUNDARMA
KATA PENGANTAR
Rasa
syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang
diharapkan. Dalam makalah ini penulis membahas tentang “Kasus yang berkaitan
dengan RAS dan Agama”.
Makalah
ini dibuat dalam rangka tugas yang merupakan syarat pemberian nilai untuk mata
kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Dalam
proses pendalaman materi Kasus yang berkaitan dengan RAS dan Agama,
tentunya penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada :
1.
Ibu
Ratna Komala, Dr selaku dosen mata kuliah “Ilmu Sosial Dasar”
2.
Rekan-rekan
mahasiswa 1IC03 Teknik Mesin, Universitas Gunadarma yang telah banyak
memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian
makalah ini saya buat semoga bermanfaat.
Depok, 31 Desember 2014
(Pitry Prasetya Mulya)
Mencari suatu study kasus yang
berkaitan dengan Ras & dan agama
A.
PERMASALAHAN
1. Faktor-
faktor Konflik Ditinjau dari Aspek Agama
Setiap agama selalu membawa misi
kedamaian dan keselarasan hidup, bukan saja antar manusia, tetapi juga antar
sesama makhluk Tuhan. Di dalam terminologi Al-Qur’an, misi suci ini disebut
rahmah lil alamin (rahmat dan kedamaian bagi alam semesta). Namun dalam tataran
historisnya misi agama tidak selalu artikulatif. Selain sebagai alat pemersatu
sosial, agamapun menjadi unsur konflik tulisan Afif Muhammad dijelaskan bahwa,
“agama acapkali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”[19] Hal
ini sama dengan pendapat Johan Efendi yang menyatakan “Bahwa agama pada suatu
waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan, dan
persaudaraan. Namun, pada waktu yang lain menampilkan dirinya sebagai sesuatu
yang dianggap garang dan menyebar konflik. Bahkan tidak jarang dicatat dalam
sejarah menimbulkan peperangan.[20] Konflik sosial yang berbau agama bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya :
a. Adanya
Klaim Kebenaran (Truth Claim)
Setiap agama punya kebenaran. Keyakinan tentang yang benar itu
didasarkan pada Tuhan sebagai satu- satunya sumber kebenaran. Pluralitas
manusia menyebabkan wajah kebenaran itu tampil beda ketika akan dimaknakan.
Sebab perbedaan ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari berbagai referensi
dan latar belakang orang yang meyakininya. Mereka mengklaim telah memahami,
memiliki, bahkan menjalankan secara murni dan konsekuen nilai- nilai suci itu.
Keyakinan tersebut akan berubah menjadi suatu pemaksaan konsep-
konsep gerakannya kepada manusia lain yang berbeda keyakinan dan pemahaman
dengan mereka. Armahedi Mazhar menyebutkan bahwa absolutisme, eksklusivisme,
fanatisme, ekstremisme dan agresivisme adalah penyakit-penyakit yang biasanya
menghinggapi aktivis gerakan keagamaan. Absolutisme adalah kesombongan
intelektual, eksklusivisme adalah kesombongan sosial, fanatisme adalah
kesombongan emosional, ekstremisme adalah berlebih-lebihan dalam bersikap dan
agresivisme adalah berlebih-lebihan dalam melakukan tindakan fisik.
Dalam ajaran atau doktrin agama, terdapat seruan untuk menuju
keselamatan yang dibarengi dengan kewajiban mengajak orang lain menuju
keselamatan tersebut. Kegiatan ini biasa disebut dengan istilah “dakiyah”.
Dakiyah merupakan upaya mensosialisasikan (mengajak, merayu) ajaran agama.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, masing-masing agama akan menjastifikasi bahwa
agamalah yang paling benar. Jika kepentingan ini lebih di utamakan, masing-masing
agama akan berhadapan dalam menegakkan hak kebenarannya. Ini akan memunculkan
sentimen agama, sehingga benturan pun sulit dihindari. Fenomena yang seperti
inilah yang dapat melahirkan konflik antar agama. Misalnya, peristiwa Perang
Salib antara umat Islam dan umat Kristen. Tragedi ini sangat kuat muatan
agamanya, dari pada politisnya.
b. Adanya
Pengkaburan Persepsi antar Wilayah Agama dan Suku
Mayoritas rakyat Indonesia lebih mensejajarkan persoalan agama
dengan suku dan ras. Pemahaman yang kabur ini bisa menimbulkan kerawanan atau
kepekaan yang sangat tinggi, sehingga muncul benih-benih sektarianisme. Seperti
dalam kasus Dr. AM Saefuddin, yakni Menteri Negara Pangan dan Holtikultura pada
masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie. Menteri itu telah melecehkan salah satu
agama, dalam pernyataannya “Megawati Pindah Agama menjadi Agama Hindu”. Hal ini
dikarenakan dia telah menyaksikan seseorang yang beragam Islam (Megawati) ikut
melakukan kegiatan ritual pada agama Hindu di Bali. Akibatnya, setelah pernyataan
itu dilontarkan terjadi sejumlah demonstrasi, bahkan berubah menjadi kerusuhan.
c. Adanya
Doktrin Jihad dan Kurangnya Sikap Toleran dalam Kehidupan Beragama
Seorang agamawan sering kali mencela sikap sempit dan tidak
toleran pada orang lain yang ingin menganiayanya, pada hal disisi lain mereka
sendiri mempertahankan hak dengan cara memaksa dan menyerang orang yang mereka
anggap menyimpang. Bahkan, mereka menganggap membunuh orang yang menyimpang itu
sebagai kewajiban (Jihad). Jika berada dalam agama ketiga, diluar kedua agama
yang sedang bertikai, kita akan tersenyum mengejeknya, karena mereka saling
menghancurkan, yang dalam persepsi kita bahwa agama yang bertikai tersebut
sama-sama palsu. Tetapi lain lagi ceritanya, jika yang perang adalah agama kita
dengan agama lainnya. Dengan sendirinya, perang itu akan menjadi sebuah
perjuangan untuk melawan dan menghancurkan kepalsuan. Bahkan kita akan meyakini
adanya unsur kesucian dalam perang itu, sehingga mati di dalamnya di anggap
kehormatan yang besar sebagai syahid / martir.
Hanya saja kita harus paham bahwa mereka yang ada dipihak lawan
agama kita juga berpendapat sama seperti itu, dan mereka yang berada dipihak ke
tiga (tidak berperang), dan memandang perang kita sebagai usaha saling
menghancurkan antara dia kepalsuan. Semua orang di dunia ini sepakat bahwa
agama selalu mengajak kepada kebaikan. Tetapi ketika seseorang semakin yakin
dengan agamanya, maka “orang baik” itu justru semakin kuat membenarkan dirinya
untuk tidak toleran kapada orang lain, bahkan mereka berhak mengejar-ngejar
orang yang tidak sepaham dengan dirinya. Jadi, merekalah yang sebenarnya
menjadi sumber kebenaran.
2. Perbedaan
Konsepsi dan Sikap Anti Agama
Terhadap konflik yang terjadi antara
umat beragama telah menimbulkan dua kutub pemikiran yang berbeda. Pertama,
sikap “anti agama” yaitu berupa penegasian dan pengingkaran peran agama dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Agama dianggap sebagai sumber
konflik, sehingga harus disingkirkan. Agama dianggap tidak mempunyai peranan penting dalam kehidupan
sehingga harus disingkirkan. Agama dianggap sebagai salah satu penyebab
terjadinyaa pembunuhan dan kematian di antara umat manusia, sehingga sudah
saatnya dilenyapkan, sebagaimana dikatakan John Lennon dalam syair lagunya
Imagine, “There is no religion too”.
Sikap
anti agama ini, yang berakar di Eropa,
kiranya dilatarbelakangi oleh pengalaman sejarah Eropa abad pertengahan yang mengalami ketertinggalan dalam hampir
seluruh aspek kehidupan. Dalam konteks ini, agama –yang direpresentasikan oleh para pemuka
agama (Gereja)- dianggap menjadi faktor penghambat kemajuan Eropa di samping
istana dan kaum borjuis. Menyandarkan peradaban pada nilai-nilai agama dianggap
tidak sesuai dengan semangat Renaissance dan Humanisme Eropa yang telah mengubah
paradigma Eropa, dari pandangan-pandangan makrokosmos kepada mikrokosmos, di
mana rasionalitas dianggap sebagai alat
pencari dan pengukur kebenaran yang bisa diakui validitasnya. Paham ini, pada
kenyataannya berkembang terus, di berbagai belahan dunia, baik yang mayoritas
penduduknya Islam maupun Kristen.
Kendatipun demikian, gagasan
“melenyapkan” peran agama dalam peradaban umat manusia, dalam kenyataannya
tetap dianggap absurd, dan tidak sesuai dengan realitas. Tokoh-tokoh politik
Eropa, pasca Renaissance, meskipun tidak menyukai perilaku berbagai pemuka
agama, akhirnya juga memerlukan agama untuk kepentingan mereka.
Arnold Toynbee, pakar sejarah,
menekankan peran agama dalam peradaban. Ia meneliti aspek peran dinamis agama
dalam kelahiran dan kehancuran satu peradaban. Ia menyimpulkan bahwa banyak
peradaban yang hancur (mati) karena “bunuh diri” dan bukan karena benturan
dengan kekuatan luar. Dalam studi yang mendalam tentang kebangkitan dan
kehancuran peradaban, Tonbee menemukan bahwa agama dan spiritualitas memainkan
peran sebagai chrysalis ‘kepompong’ yang merupakan cikal bakal tumbuhnya
peradaban. Antara kematian dan
kebangkitan satu peradaban baru, ada satu kelompok yang disebut Toynbee
creative minorities yang dengan spiritualitas mendalam (deep spiritual) atau
motivasi agama (religious motivation)- bekerja keras untuk melahirkan satu
peradaban baru dari reruntuhan peradaban lama. Karena itu, aspek spiritual memainkan peran sentral dalam
mempertahankan eksistensi suatu peradaban. Peradaban yang telah hilang
spiritualitasnya, ia akan mengalami penurunan.
B.
DAMPAK
YANG DI TIMBULKAN DARI PERMASALAHAN RAS & AGAMA
1. Memicu
munculnya sektarianisme, agama melarang
umatnya hanya mementingkan
kesukuan atau
kelompoknya.
2. Memunculkan
permusuhan antar kelompok, perasaan melebihkan kelompok sendiri, dan
merendahkan kelompok yang lain menjadi pemicu perseturuan antar kelompok.
3. Mengundang
masalah social yang baru, karena secara social seseorang tidak disikapi secara
wajar, maka sikap diskriminasi dapat memancing munculnya masalah social yang
bertentangan dengan ajaran islam.
4. Menciptakan
penindasan dan otoritarianisme dalam kehidupan, karena adanya perasaan lebih
dan sentimen terhadap kelompok, sehingga hak-hak kelompok lain diabaikan.
5. Menghambat
kesejahteraan kehidupan, sikap diskriminasi lebih menonjolkan sikap egoisme
pribadi ataupun kelompok.
6. Menghalangi
tegaknya keadilan, jika sikap diskriminasi dominan, maka keadilan sulit
ditegakkan, karena dalam mengambil keputusan suatu masalah, selalu didasarkan
pada pertimbangan subyektif diri atau kelompok yang dibelanya.
7. Menjadi
pintu kehancuran masyarakat, jika dibiarkan sikap diskriminasi akan dapat
menghancurkan sendi-sendi kehidupan social.
8. Mempersulit
penyelesaian masalah, persoalan yang dihadapi mestinya segera diselesaikan
secara baik, namun karena adanya sikap diskriminasi menjadi berlarut-larut.
C.
ALTERNATIF
PENANGGULANGAN
1. Adapun
kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah
sebagai berikut:
a. Membangun
dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan
kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan
membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
c. Membangun
kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan
persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan
kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan
pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya
bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan
efektif.
2. Strategi
Penanggulangan Perpecahan Bangsa
Adapun strategi yang digunakan dalam
penanggulangan perpecahan bangsa adalah antara lain:
a. Menanamkan
nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan,
agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
b. Menghilangkan
kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap kebijaksanaan
dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
c. Meningkatkan
ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecah – belahan dari anasir
luar dan kaki tangannya.
d. Penyebaran
dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir Pancasila,
dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.
e. Menumpas
setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
f. Membentuk
satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.
g. Melarang,
dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk menggunakan
kekuatan massa.
3. Upaya
Penanggulangan
Dari hasil analisis diperlukan suatu
upaya pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat
dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi nasional antara lain:
a. Membangun
dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan
kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus.
c. Membangun
kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan
persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan
kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan
pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya
bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan
bijaksana, serta efektif.
SUMBER PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar