MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA
PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA
PITRY PRASETYA MULYA
28414454
1IC03
UNIVERSITAS GUNDARMA
KATA PENGANTAR
Rasa
syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang
diharapkan. Dalam makalah ini penulis membahas tentang “Penerapan Hukum di
Indonesia”.
Makalah
ini dibuat dalam rangka tugas yang merupakan syarat pemberian nilai untuk mata
kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Dalam
proses pendalaman materi Penerapan Hukum di Indonesia ini, tentunya
penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada :
1.
Ibu
Ratna Komala, Dr selaku dosen mata kuliah “Ilmu Sosial Dasar”
2.
Rekan-rekan
mahasiswa 1IC03 Teknik Mesin, Universitas Gunadarma yang telah banyak
memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian
makalah ini saya buat semoga bermanfaat.
Depok, 31 Desember 2014
(Pitry Prasetya Mulya)
A.
Penerapan
Hukum di Indonesia
Hukum adalah
aturan secara resmi yang mengikat masyarakatnya berupa larangan-larangan dan
peraturan-peraturan yang di buat untuk mengatur masyarakat suatu negara. Hukum
juga dapat di artikan sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat
terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana dan perdata dan juga sebagai
perlindungan hak asasi manusia. Secara umum fungsi hukum adalah untuk
menertibkan dan mengatur masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul.
Hukum di
Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum
utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa Kontinental
adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan
hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih
lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Selain itu di Indonesia juga berlaku
sistem hukum adat dan sistem hukum agama yang mengikat masyarakatnya.
Hukum adat
adalah seperangkat norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah. Hukum adat
cenderung masih mengandung unsur kepercayaan terhadap nenek moyang di wilayah
tersebut yang sulit untuk di tinggalkan. Sedangkan hukum agama adalah sistem
hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu yang terdapat dalam Kitab Suci masing-masing agama.
Pada
pelaksanaan hukum maupun penegakan hukum di Indonesia masih tergolong memiliki
kelemahan yang di latarbelakangi oleh sanksi hukum. Secara keseluruhan bentuk
sanksi yang diterima oleh pelaku kejahatan yang merugikan banyak orang sering
tidak sebanding dengan kejahatan yang tergolong kecil. Meskipun kecil maupun
besar kejahatan tersebut tetap saja hal tersebut dapat di katakan sebagai
kejahatan yang harus di tegakan keadilannya. Sebagai contoh ketidaktegasan
hukum di Indonesia adalah hukum dapat di perjual belikan pada pihak yang
mempunyai kekuasaan. Tapi semua itu kembai ke diri kita masing-masing apakah
kita sudah mematuhi hukum sepenuhnya, kalau belum bagaimana kita mengubah
negeri ini sedangkan diri kita belum sepenuhnya menaati hukum yang berlaku.
Penegak
hukum di Indonesia yang mash terbilang lemah dan tidak tegas itu dapat kita
lihat dari kasus-kasus seperti kasus lalulintas, persidangan san yang sering
kita lihat di acara-acaran berita televisi. Begitu miris kita melihatnya dari
kesaksian maupun dari pihak penegak hukum yang sepertinya pura-pura tidak tahu
menahu tentang kebohongan yang para pelaku katakana. Tidak malukah penegak
hukum kita dengan kejadian tersebut, padahal mereka sadar hukum dan di sumpah
untuk berlaku jujur dalam menjalankan tugas mereka ddalam menegakkan hukum di
Indonesia.
Kali ini saya akan membahas tentang
opini saya tentang penerapan hukum di Indonesia, walaupun hukum bukan bidang
yang sedang saya tekuni, tapi saya akan mencoba menyalurkan apa pendapat saya
di tugas saya kali ini.
Hukum menurut beberapa ahli adalah:
1. Plato, dilukiskan
dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur
dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum
hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi
juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi
konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam
melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Austin, hukum
adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk
yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993:
149).
4. Bellfoid, hukum
yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan
atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Mr. E.M. Mayers,
hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman
penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum
adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya
pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari
kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7. Immanuel Kant,
hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang
satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi
peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum
adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk
mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn,
hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka
hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat
istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amir, S.H.:
hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. E. Utrecht,
menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan –
yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran
petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau
penguasa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata,
S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah
laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. J.T.C. Sumorangkir,
S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman.
14. Soerojo
Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang
bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam
kehidupan masyarakat.
15. Dr. Soejono
Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam
arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2)
hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti
sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan
nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti
ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
16. Dr. Soerjono
Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang
diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu
pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar
kekuatan pemikiran.
b. Hukum sebagai
disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang
dihadapi.
c. Hukum sebagai
kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas
atau diharapkan.
d. Hukum sebagai tata
hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku
pada suatu waktu.
e. Hukum sebagai
petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat
dengan penegakan hukum.
f. Hukum sebagai keputusan
penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.
g. Hukum sebagai
proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur
pokok sistem kenegaraan.
h. Hukum sebagai sikap
tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang
diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
i.
Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari
konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
17. Otje Salman, S.H.:
dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau
memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai
berikut:
a. Hukum sebagai ilmu
pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.
b. Hukum sebagai
disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).
c. Hukum sebagai
kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.
d. Hukum sebagai
Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.
e. Hukum sebagai tata
hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).
f. Hukum sebagai
petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.
g. Hukum sebagai
keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau
lembaga negara.
h. Hukum sebagai
proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.
i.
Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan
oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.
j.
Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan
oleh anggota dan pemuka masyarakat.
k. Hukum sebagai
nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).
l.
Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap
lingkungannya; ahli karikatur.
B.
Penerapan
Hukum di Bidang Teknik
Untuk penerapan hukum di bidang teknik, menurut saya
pemerintah telah membagi-bagi peraturan teknik yang amat luas ke bagian-bagian
teknik-teknik yang lebih spesifik, menurut saya ini membuat hukum dapat
dilakukan dengan tepat guna. sebagai contoh berikut salah satu pemfokusan
teknik di bidang pertambangan dan mineral yang disajikan sebagai berikut.
Tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri
Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7
Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral (“Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral”) adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal
111 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (“PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”).
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral, golongan komoditas tambang mineral yang dapat
ditingkatkan nilai tambahnya adalah:
1. mineral logam;
2. mineral bukan logam; atau
3. batuan.
Selanjutnya, di dalam Pasal 3 ayat (1)
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral diatur bahwa
peningkatan nilai tambah komoditas tambang dilaksanakan melalui kegiatan:
1. Pengolahan dan/atau pemurnian untuk
komoditas tambang mineral logam tertentu;
2. Pengolahan untuk komoditas tambang
mineral bukan logam tertentu; dan
3. Pengolahan untuk komoditas tambang
batuan tertentu.
Kegiatan
pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan batasan
minimum pengolahan dan/atau pemurnian berdasarkan atas pertimbangan sebagai
berikut:
1. Memiliki sumber daya dan cadangan
bijih dalam jumlah besar;
2. Untuk mendorong peningkatan
kapasitas produksi logam di dalam negeri;
3. Teknologi pengolahan dan/atau
pemurnian sudah pada tahap teruji;
4. Produk akhir pengolahan dan/atau
pemurnian sebagai bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
5. Produk akhir sampingan hasil
pengolahan dan/atau pemurnian untuk bahan baku industri kimia dan pupuk dalam
negeri;
6. Sebagai bahan baku industri
strategis dalam negeri yang berbasis mineral;
7. Memberikan efek ganda baik secara
ekonomi dan negara; dan/atau
8. untuk meningkatkan penerimaan
negara.
Setiap jenis
komoditas tambang mineral logam tertentu, mineral bukan logam dan batuan
tertentu wajib diolah dengan batasan minimum pengolahan yang telah ditetapkan
di dalam lampiran I, II dan III Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral.
Pemegang Ijin
Usaha Pertambangan (“IUP”) Operasi Produksi mineral logam dan Ijin Usaha
Pertambangan Khusus (“IUPK”) Operasi Produksi mineral logam wajib
melakukan pengolahan dan/atau pemurnian hasil penambangan di dalam negeri untuk
komoditas tambang mineral logam.
Pemegang IUP
Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan juga wajib melakukan pengolahan
hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral bukan logam
dan batuan.
Jika pemegang IUP
Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi tidak ekonomis untuk melakukan
sendiri pengolahan dan/atau pemurnian mineral, maka dapat melakukan kerja sama
pengolahan dan/atau pemurnian dengan pihak lain yang memiliki IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian.
Kerja sama
pengolahan dan/atau pemurnian ini dapat berupa jual beli bijih atau konsentrat,
kegiatan untuk melakukan proses pengolahan dan/atau pemurnian, atau pembangunan
bersama sarana dan prasarana pengolahan dan/atau pemurnian. Rencana kerja sama
pengolahan dan/atau pemurnian tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri pertambangan
mineral sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Permen ESDM tentang Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Namun bagi
pemegang IUP Operasi Produksi dan Ijin Perijinan Rakyat (“IPR”) yang
diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral
Nomor 7 Tahun 2012, dapat menjual bijih (raw material atau ore)
mineral ke luar negeri apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
Rekomendasi dari
Menteri diberikan setelah pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Status IUP Operasi Produksi dan
IPR Clear and Clean;
2. Melunasi kewajiban pembayaran
keuangan kepada Negara;
3. Menyampaikan rencana kerja dan/atau
kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri; dan
4. Menandatangani pakta integritas.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar